Minggu, 20 Juli 2014

Dear Crush


Sudah berapa lama aku memiliki rasa ini? Rasa yang sudah lancang yang hampir membuat hidupku hancur dan terpuruk dalam kelamnya kehidupan. Satu tahun lebih aku memendam rasa ini dan satu tahun lebih juga aku belum menyatakannya. Rasa ini masih setia berada di tempatnya walaupun aku hanya bisa diam. Aku hanya bisa diam dan memandangmu dari kejauhan, melihatmu tertawa, melihatmu saat bertindak bodoh dan melihatmu saat berduaan dengan kekasihmu dan aku melakukannya dengan diam.

Kenapa aku diam? Tentu karena aku terlalu takut, takut cintaku tak terbalas dan itu memang jawabannya. Aku sudah mengertahui jawabannya ketika aku pertama kali mencintaimu. Inilah kesalahanku, aku sudah mengetahui jawabannya namun aku terus maju tanpa tahu malu. Rasa ini memang sudah terlalu lama terpendam dan terkadang rasa ini memberontak ingin bebas namun, mulutku tak sependapat.

Sudah berapa air mata yang ku jatuhkan untuknya? Tak terhitung tentunya. Aku ingat dimana hatiku rasanya ingin menangis. Ketika pertama kalinya aku melihat kau sedang berduaan dengan kekasihmu. Saat itu memang, sebisa mungkin aku menahan air mataku agar tak terjatuh tetapi, hati memang tak bisa berbohong. Dadaku terasa sakit seakan cintaku sudah yakin jika tak akan terbalas.

Aku menangis, aku tersenyum, aku bahagia, dan bahkan saat aku sudah tidak ada disini lagi, kau tak akan pernah melihatku. Kau tak pernah melihatku dengan mata hatimu. Bagaimana bisa kau melihatku dengan mata hatimu jika kau hanya melihatku sebentar dengan mata kecilmu itu.

Jika aku bisa memutar sebuah waktu, aku akan memilih dua pilihan. Pilihan pertama, aku tidak ingin mengetahuinya dan jika pilihan pertama gagal, tentu aku akan memilih pilihan kedua yakni, aku tetap mencintainya namun aku bisa berbicara dengannya. Ya, selama ini aku hanya mencintainya tanpa berinteraksi sebelumnya. Bagaimana bisa? Aku juga tidak tahu rasa ini terus saja bertahan.

Sejujurnya, jika memang cinta ini tidak bisa ia balas, aku hanya ingin mengobrol dengannya walaupun hanya sekali aku tak apa itu sudah cukup untukku. Aku iri dengan teman-temanku yang bisa dekat dengannya, tertawa dengannya, bahkan dicubit olehnya. Terkadang terlintas dipikiranku ‘mereka saja bisa kenapa aku enggak?’



Cinta datang karena terbiasa


Selasa, 03 Juni 2014
‘tresno jalaran saka kulino’ atau mungkin ‘cinta karena terbiasa’. Pernyataan itu memang benar, karena kamu terbiasa dengannya, bercerita dengannya, apa-apa selalu dengannya, kamu akan merasa nyaman saat dengannya, kamu akan merasa aman saat dengannya, dan saat kau merasakan hal itu, perasaan itu akan mulai tertanam di hatimu. Rasa yang tak pernah kau duga akan datang, rasa itu memang datang secara tiba-tiba, terkadang juga rasa itu datang saat kau tidak menghendakinya.

Jadi, jika ada beberapa orang berkata ‘lelaki dan perempuan tidak pernah bisa menjadi sahabat’, perkataan itu memang ada benarnya, terkadang lelaki dan wanita yang menganggap diri mereka berstatus sebagai teman, tidak bisa dipungkiri salah satu dari mereka atau keduanya mempunyai perasaan itu, sesuai dengan pernyataan sebelumnya jika cinta datang karena terbiasa. Bukankah seorang teman sudah terbiasa bersama? Jadi tidak salah jika memiliki perasaan itu.

Dan rasa itu, sepertinya tengah menghampiriku, rasa yang bisa membuatku terus saja menyebut namanya di setiap ceritaku, rasa yang bisa membuat degup jantungku berdetak hebat, dan rasa yang bisa membuat pipiku merah merona bak tomat yang siap dipetik.

Awal cerita dari semua ini, sangatlah sederhana. Kita memang sudah berstatus teman sudah sekian tahun namun tak ada rasa itu dan akhir-akhir ini aku lumayan dekat dengannya. Aku memang sengaja mendekatinya agar teman-teman mengira aku menyukainya tetapi itu hanya candaan biasa, dia juga mengetahuinya kalau itu hanya sebuah candaan. Di dalam hatiku, sebenernya ada orang lain yang sudah aku suka sejak setahunan yang lalu namun, cintaku tak terbalas, dia sudah mempunyai dambatan hati.

Dia tidak mengetahui bagaimana wajah orang yang namanya, memang dia belum ku beritahu, hanya segelintir orang yang mengetahui siapa orang yang kusuka itu. Dan candaan itu berlanjut, hingga aku menyadari ada sesuatu yang aneh terhadap diriku saat dengannya. Akhir-akhir ini aku selalu cerita tentangnya kepada semua orang yang ku temui. Gombalan ringannya juga cukup membuatku semakin tak mengerti apa yang kurasa. Dia berbeda saat dengan beberapa tahun yang lalu, dia sudah melalui masa pubertas dan akan menajdi pria dewasa.

Aku tahu jika dia menyukai seseorang di kelas lain, namun sepertinya cintanya (masih) belum diterima olehnya. Dia sering sekali menghampiri perempuan itu dengan alasan ingin menemui temannya tapi kenyataannya dia menemui gadis pujaannya. Mereka sangat terlihat cocok. Aku tidak merasa cemburu sama sekali, malah bahagia.

Dan salah satu temanku, Diba pernah berkata ‘Aku tidak menerimanya, karena dia temanku. Aku tidak ingin mencintai temanku sebagai seorang pria. Jika kita berpacaran lalu putus pasti kita akan berjauhan. Aku tidak suka itu’. Benar, yang Diba katakan, aku tidak ingin hal seperti itu terjadi, jadi biarkan rasa ini mengalir apadanya. Mungkin rasa ini hanya sekedar menyapaku lalu pergi tanpa pamitan.

Semoga rasa ini akan menjadi rasa penghibur di tengah laraku karena cinta yang tak terbalas dan semoga rasa ini tidak berkelanjutan karena aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi dalam pertemanan kita.